ayah(K)u
Diwaktu-waktu tertentu ayahku adalah pribadi yang hangat, walau seringnya hangat itu berubah menjadi bara yang menyala-nyala. Sampai saat ini aku berusaha memakluminya. Bibiku pernah bercerita bahwa ayahku melewati masa kecil yang tidak bahagia. Ayah dan ibunya bercerai pada saat usia ayahku masih 5 dan hak asuh ayahku jatuh kepada kakekku -ayahnya ayahku. Kata orang-orang yang sering ku dengar, itu semua terjadi karena nenekku dulu punya lelaki simpanan, tapi aku tak benar-benar mengetahui cerita ini. ayahku tak pernah membahasnya.
Dari yang kuamati, ayahku tak begitu tertarik dengan perempuan. Ia tak bisa menunjukan kelembutan yang tulus kepada perempuan, termasuk aku –anak perempuannya. Akupun bingung bagaimana ibuku bisa menikahi ayahku waktu itu? Bagaimana ayah dan ibuku bertemu? Dan bagaiaman mereka akhirnya saling jatuh cinta?. Masih menjadi salah satu misteri dikepalaku, karena aku tak cukup bernyali untuk membahasnya dengan ayahku. Dan dengan ibu, ibu keburu meninggal bahkan saat aku belum bisa mencerna segala macam jenis diskusi. Ayahku pasti tak ingin juga kami membahasnya. Lagipula untuk apa? Hanya akan mengorek luka ayah.
Kata bibi, Semenjak perhatian kedua orang tuanya lenyap, ia sering melamun di larutnya malam. Ayahku cenderung menjauhi keramaian. Sampai waktu ayahku SMA, tak pernah terdengar kabar bahwa ia memiliki pacar. Apakah ayahku pernah menyukai seseorang saja bibiku tak pernah tau kabarnya. Ayahku bukan orang yang anti sosial, ia kerap tergabung dalam beberapa kumpulan, tak sedikit pula orang yang dia kenal. Tapi seingatku hanya satu dua orang teman ayahku yang pernah berkunjung ke rumah. Sepertinya memang lebih asyik jika tak banyak orang yang tau tentang kehidupan kita. Diam-diam aku menyukai cara ayahku membatasi banyak jumlah teman dekatnya. Dan sekarang aku mengikuti gayanya itu.
Komentar
Posting Komentar